Di
bawah rintik hujan, bocah – bocah menari dengan indahnya diiringi nyanyian sang
awan. Entah mengapa sang bocah tak pernah merasa khawatir ketika hujan turun,
entah mengapa mereka merasa tidak terganggu.
Entah
nostalgia atau apa, terkadang aku ingin memiliki cara pandang bocah terhadap
hujan. Tidak tidak, aku tidak hanya ingin cara pandang tapi juga perilaku
mereka ketika hujan.
“Kayak
bocah aja hujan – hujanan”. Itu pasti tanggapan orang – orang diluar sana. jadi
dari tempat berteduh ini aku hanya bisa memainkan air hujan dari balik
lindungan sang genting.
Bimbang…
Aku ingin bermain namun tidak ingin di cap bocah oleh orang – orang. Akhirnya
aku menjalani keduanya. Menjadi bocah namun juga seperti menjadi orang – orang
pada umumnya. Mungkin ini alternative terbaik.
Kemudian
dari tempat berteduh ini aku menaruh setengah badan didaerah kering dan
setengah badan didaerah hujan. Awalnya terasa lega karena hasrat sudah
tersalurkan. Namun setelah beberapa saat muncul perasaan aneh.
Aneh
karena para bocah terus mengajak bermain.
Aneh
karena orang – orang melihat dengan pandangan usil.
Aneh
karena sebelah pakaian terasa dingin dan sebelah lagi terasa kering.
Aneh
karena diri merasa ada yang tidak tepat.
(Sumber Gambar : staticflickr.com)
Sekarang
keadaannya …
Bisa
dibilang basah, bisa dibilang kering.
Dibilang
bocah bukan.. dibilang orang normal juga bukan.
Orang
– orang menganggap bocah, namun bocah mengaggap orang – orang.
Sekarang
pilihannya …
Berhenti
hujan – hujanan dan meneduh
Berhenti
meneduh dan hujan – hujannan
Memilih
untuk tidak memilih apapun, dengan harapan hujan dapat berhenti.
Karena
terlalu banyak pertimbangan hujan pun berhenti. Bocah – bocah bubar kerumah
masing – masing dan orang – orang pun melanjutkan aktivitasnya.
Sekarang
aku tergolong jenis bocah atau orang – orang?? Sepertinya perlu membuat
golongan baru. Golongan orang bimbang.
0 komentar:
Posting Komentar
Tidak untuk Iklan dan Promosi. Komentar saja sesukamu ...